Kenapa Sholat harus menghadap Ka’bah ?
Kenapa Sholat dan Haji Harus berkiblat kearah Ka’bah ?
Islam adalah ajaran yang rasional,
penyembahan kepada Allah semesta alam yang Maha Ghaib pada dasarnya
tidak mungkin ditujukan hanya kepada satu tempat tertentu saja apalagi
Allah berada dimana-mana dan selalu mengawasi setiap gerak dan diri
kita.
Dan kepunyaan Allah sajalah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha
Mengetahui. (Qs. Al-Baqarah 2:144)
Jika halnya secara praktek dilapangan
umat Islam mengarahkan sholat mereka kearah Ka’bah dimasjid al-haram itu
tidak serta merta diartikan sebagai suatu simbol penyembahan pada
berhala yang berupa susunan batu hitam, namun semata-mata untuk
menjadikan Ka’bah itu suatu kesatuan tujuan dalam beribadah kepada Tuhan
Yang Maha Satu.
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (ka’bah) (Qs. Al-Quraisy 106:3)
Dengan demikian didalam Islam tidak
terjadi perbedaan antara satu bangsa yang menganut Islam dengan bangsa
lainnya yang juga menganut Islam mengenai tata cara peribadatan dan arah
penghadapannya. Kita bisa menarik kesamaan dalam kasus ini dengan
Garuda Pancasila yang digunakan sebagai lambang negara kesatuan Republik
Indonesia.
Dimana Garuda Pancasila adalah simbol pemersatu bangsa yang memiliki aneka adat istiadat, budaya, suku dan agama sebagaimana bisa kita lihat slogan pada kaki Garuda Pancasila : Bhineka Tunggal Ika.; Tetapi apakah berarti Garuda Pancasila menjadi sesembahan bangsa Indonesia ? Tentu saja tidak, karena dia hanya sebatas simbol pemersatu semata.
Dimana Garuda Pancasila adalah simbol pemersatu bangsa yang memiliki aneka adat istiadat, budaya, suku dan agama sebagaimana bisa kita lihat slogan pada kaki Garuda Pancasila : Bhineka Tunggal Ika.; Tetapi apakah berarti Garuda Pancasila menjadi sesembahan bangsa Indonesia ? Tentu saja tidak, karena dia hanya sebatas simbol pemersatu semata.
Meski begitu, analogi Garuda Pancasila
dan Ka’bah tadi tidak bisa disamakan dalam kasus penyembahan patung
Yesus dan Bunda Maria seperti yang dijumpai dalam tradisi Kristen,
karena mereka pada dasarnya memang menyembah dan meminta tolong kepada
obyek yang dipatungkan itu dan mereka tidak menganggap patung-patung
tersebut sebagai simbol pemersatu sebagaimana posisi Ka’bah bagi umat
Islam. Dengan demikian kasus penyembahan terhadap patung seperti ini
masuk dalam kategori menyembah berhala.
Adapun setiap umat sebelum kenabian Muhammad telah dinyatakan memiliki kiblat sholat masing-masing dan ini pun logis, kiblat Nabi Nuh bisa saja berbeda dengan kiblat Nabi Musa begitu seterusnya, hal ini tidak lain karena dakwah masing-masing Nabi dan Rasul sebelumnya hanya terbatas pada daerah kaumnya saja sehingga belum diperlukan adanya kesamaan arah kiblat bagi mereka semua.
Adapun setiap umat sebelum kenabian Muhammad telah dinyatakan memiliki kiblat sholat masing-masing dan ini pun logis, kiblat Nabi Nuh bisa saja berbeda dengan kiblat Nabi Musa begitu seterusnya, hal ini tidak lain karena dakwah masing-masing Nabi dan Rasul sebelumnya hanya terbatas pada daerah kaumnya saja sehingga belum diperlukan adanya kesamaan arah kiblat bagi mereka semua.
Dan bagi tiap-tiap ummat ada kiblatnya dimana ia menghadap kepadanya.- (Qs. Al-Baqarah 2:148)
Berbeda kasusnya manakala Nabi Muhammad
diutus kepada semua bangsa, semua daerah dan kesetiap suku menembus adat
tradisi dimasing-masing daerah. Perbedaan bisa menjadi suatu
perselisihan yang besar apalagi bila perbedaan itu justru menyangkut
tata cara penyembahan terhadap Tuhan.
Hal ini sebenarnya pun sudah disebutkan oleh Nabi Yesaya seperti yang ada didalam Injil :
Hal ini sebenarnya pun sudah disebutkan oleh Nabi Yesaya seperti yang ada didalam Injil :
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN
dan pujilah Dia dari ujung bumi! Baiklah laut bergemuruh serta segala
isinya dan pulau-pulau dengan segala penduduknya. Hendaklah padang gurun
dan segala negrinya menyaringkan suaranya, demikian pula seluruh desa
yang didiami orang-orang Kedar ! (Kitab Perjanjian Lama : Yesaya pasal
42 ayat 10 s.d 11)
Disini disebutkan nama Kedar
(al-Ghadir), yaitu nenek moyang dari Nabi Muhammad Saw yang terlahir
dari Nabi Ismail sebagai putra Nabi Ibrahim as. Bahwa Allah
melalui Nabi Muhammad Saw akan menyatukan seluruh Tanah Arabia,
menyatukan seluruh keturunan Kedar, mempersatukan seluruh generasi
Ibrahim as, bersama dengan seluruh umat manusia dari seantero dunia
dalam rangkaian ibadah Haji dirumah Allah, Ka’bah, Mekkah al-Mukarromah
sebagaimana terdapat dalam nubuat kitab Yesaya pasal 60 ayat ke-7: Segala domba Kedar dikumpulkan kepadamu,
segala domba jantan Nebayot dihantar akan gunamu, sekalian itu naik
keatas mezbah-Ku, dipersembahkan dengan keridhoan hati, maka rumah-Ku
yang mulia itu (Ka’bah) akan Ku permuliakan pula.
Penafsiran Ka’bah sebagai rumah Allah
yang terdapat dalam Yesaya 60:7 diatas kita sandarkan sendiri terhadap
ayat Kitab Yesaya ke-11 dalam pasal yang sama :“Maka segala pintu gerbangmu pun akan
terbuka selalu, baik siang malam tiada ia itu ditutup, supaya dibawa
masuk kepadamu akan tentara orang-orang kafir dan segala rajanya pun
diantar.”
Ayat ke-11 ini kita tafsirkan sesuai kenyataan yang berlaku dihadapan kita, bahwa kota Mekkah al-Mukarromah dimana Ka’bah sebagai Rumah Allah senantiasa terbuka untuk orang-orang yang ingin melakukan ibadah kepada Allah, untuk orang-orang yang sadar dari segala kekafirannya, baik tua, muda, besar, kecil, rakyat hingga raja tanpa membedakan ras, suku, golongan maupun pangkat kedudukan duniawiah mereka. Seluruhnya bercampur menjadi satu umat dihadapan Allah, sebab Allah tidak akan menilai semuanya itu kecuali taqwa mereka kepada-Nya.
Ayat ke-11 ini kita tafsirkan sesuai kenyataan yang berlaku dihadapan kita, bahwa kota Mekkah al-Mukarromah dimana Ka’bah sebagai Rumah Allah senantiasa terbuka untuk orang-orang yang ingin melakukan ibadah kepada Allah, untuk orang-orang yang sadar dari segala kekafirannya, baik tua, muda, besar, kecil, rakyat hingga raja tanpa membedakan ras, suku, golongan maupun pangkat kedudukan duniawiah mereka. Seluruhnya bercampur menjadi satu umat dihadapan Allah, sebab Allah tidak akan menilai semuanya itu kecuali taqwa mereka kepada-Nya.
Wahai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. (Qs. Al-Hujuraat 49:13)
Dan ketika Kami menjadikan rumah itu (yaitu Ka’bah) tempat berkumpul bagi manusia … (Qs. Al-Baqarah 2:125)
Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat bagi manusia… (Qs. Al-Ma’idah 5:97)
Dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki, dan berkendaraan yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (Qs. Al-Hajj 22:27)
Kemudian pada awal kitab Yesaya pasal
42:10 disebutkan “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN…”
Suatu lagu baru adalah merupakan senandung doa pujian kepada Allah dalam bentuknya yang lain. Dalam hal ini “bentuk yang lain” yang dimaksudkan merefer pada kitab Yesaya pasal 28: 11 serta kitab Zefania pasal 3:9 yang terdapat dalam alkitab : Maka sebab itu Dia pun akan berfirman kepada bangsa ini dengan logat yang asing dan dengan bahasa yang lain. – Kitab Perjanjian Lama : Yesaya 28:11
Suatu lagu baru adalah merupakan senandung doa pujian kepada Allah dalam bentuknya yang lain. Dalam hal ini “bentuk yang lain” yang dimaksudkan merefer pada kitab Yesaya pasal 28: 11 serta kitab Zefania pasal 3:9 yang terdapat dalam alkitab : Maka sebab itu Dia pun akan berfirman kepada bangsa ini dengan logat yang asing dan dengan bahasa yang lain. – Kitab Perjanjian Lama : Yesaya 28:11
Tetapi pada masa itu Aku akan
mengaruniakan kepada semua bangsa lidah yang suci; supaya mereka itu
sekalian menyebut nama Tuhan. Melayani-Nya dalam satu persamaan. – Kitab
Perjanjian Lama : Zefania 3:9
Dengan demikian, “Nyanyian baru bagi
Tuhan” yang dimaksud oleh Yesaya 42:10 ini adalah doa dan pujian yang
berasal dengan logat dan bahasa yang lain daripada sebelumnya yaitu
diluar dari bahasa Arami maupun Ibrani yaitu bahasa Arab.
Pada saat umat Islam diseluruh dunia
berseru kepada Tuhan, pada saat sholat, berhaji dan pada saat mereka
saling mengucapkan salam sebagai satu bahasa kesatuan dan persatuan
hidup dan kehidupan beragama sebagaimana isi ayat terakhir dari Zefania
3:9 “… melayani-Nya dalam satu persamaan.”
Hendaklah semua orang yang duduk DIBUKIT BATU itu bernyanyi, biarkanlah mereka berseru-seru dari puncak bukit.
Biarkanlah mereka memberikan pujian kepada TUHAN, dan memberitakan
pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau. TUHAN keluar berperang seperti
pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitkan semangat-Nya untuk
bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya
Ia membuktikan kepahlawanan-Nya.” – Kitab Perjanjian Lama : Yesaya pasal
42 ayat 12 s.d. 13
Dari bukit Arafah dekat kota Mekkah,
para Jemaah Haji dari seluruh pulau didunia ini setiap tahunnya datang
berkumpul bersama dan berseru:
Labbaykallahumma Labbayk
Labbayka laa syariikalaka labbayk
Innal hamda wan ni’mata laka walmulk
La syariikalaka
Labbayka laa syariikalaka labbayk
Innal hamda wan ni’mata laka walmulk
La syariikalaka
Yang artinya :
Aku sambut panggilanmu, Ya Allah;
Aku sambut panggilan-Mu;
Aku sambut panggilan-Mu, Tiada sekutu bagi-Mu;
Aku sambut panggilan-Mu;
Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan serta segenap kekuatan adalah milik-Mu, Tiada sekutu bagi-Mu.
Aku sambut panggilanmu, Ya Allah;
Aku sambut panggilan-Mu;
Aku sambut panggilan-Mu, Tiada sekutu bagi-Mu;
Aku sambut panggilan-Mu;
Sesungguhnya segala puji dan kenikmatan serta segenap kekuatan adalah milik-Mu, Tiada sekutu bagi-Mu.
Allah telah menunjukkan kekuasaan-Nya,
mengalahkan semua dakwah keberhalaan manusia, memenangkan risalah para
Nabi-Nya dari seluruh kejahatan, membuktikan kebesaran-Nya dihadapan
para musuh-Nya.
Karena sesungguhnya kegelapan menudungi
bumi dan dalam kelam kabut menudungi segala bangsa, sementara Tuhan
telah terbit atas kamu dan kemuliaan-Nya pun bersinar kepadamu. Maka
segala orang kafir pun akan datang kepada terangmu dan segala raja-raja
pun kepada cahaya yang sudah terbit bagi kamu – Kitab Perjanjian Lama :
Yesaya pasal 60:2-3
Ini juga kiranya bisa menjadi sandaran
didalam dunia Fiqih modern kenapa sholat itu harus dalam bahasa Arab,
Islam itu agama yang mementingkan persatuan, mulai dari paham kesatuan
Tuhannya (monotheisme/Tauhid) dan bersatu juga dalam perbedaan.
Tatkala orang Bugis berada di Padang
misalnya, dia akan mudah membaurkan dirinya dalam jemaah sholat dimasjid
manapun tanpa harus khawatir tata cara sholatnya berbeda dengan mereka,
tanpa perlu pula khawatir bahasa yang dipergunakan didalam sholat
berbeda. Demikianlah salah satu hikmah yang bisa kita kemukakan perihal
keharusan sholat dan haji itu menghadap kearah Ka’bah dan kenapa juga
sholat harus dalam bahasa Arab.
Wassalamu’alaykum Wr. Wb.
Terima kasih untuk : Armansyah
====================================================================
Terima kasih untuk : Armansyah
====================================================================