Islam & Komunis Khmer Merah
(Islam di Kamboja)
Tahun 1977, Seng Kuoy tengah berkumpul bersama warga desa termasuk 15 perempuan dan anak-anak Cham. Tak disangka-sangka pasukan keamanan Khmer Merah menangkap orang-orang Cham. Tangan mereka diikat ke belakang. Seorang kader Khmer Merah memerintahkan Seng Kuoy untuk membawa orang-orang Cham ke pagoda yang menjadi basis pasukan rezim itu. Seng Kuoy menerima perintah untuk mendorong orang-orang itu dengan menggunakan gerobak sapi. Ia tidak berani menolak, karena sudah pasti akan dibunuh jika membangkang. Mereka mengeluarkan perintah dan ia harus mengikuti untuk mengantar Cham ke pagoda. Sejak saat itu Seng Kuoy tidak pernah melihat orang-orang Cham itu lagi.
Kesaksian ini dituturkan Seng Kuoy di muka pengadilan kasus kekejaman rezim Khmer Merah awal september 2015. Hal serupa juga dituturkan Samrit Muy yang melayani milisi Khmer saat insiden 1977. menurutnya setiap kali Khmer Merah ingin membunuh orang, mereka akan dibawa ke pagoda dan memainkan musik dengan keras.
Kaum muslim Cham tua atau muda , laki-laki maupun perempuan berbaris menuju pagoda. Setelah itu, dia tidak pernah lagi melihat orang-orang Cham. . Mereka seolah menghilang tanpa bekas.
Cham atau Champa, merupakan etnis minoritas terbesar di Kamboja. Lamboja atau Kampuchea adalah negara monarki konstitusional di kawasan asia tenggara. Mayoritas rakyatnya berasal dari etnis Khmer. Budha adalah agama mayoritas disamping agama minoritas Katolik dan Islam. Islam sendiri masuk ke negeri ini pada abad ke 15 saat orang-orang Cham tersebar ke berbagai negara pasca kejatuhan kerajaan Champa. Agnes De Feo dalam Transnational Islamic Movement in Cambodia, dia menulis muslim mewakili sekitar 4% dari seluruh populasi negara.
Komunitas muslim di Kamboja terbagi menjadi 2 kelompok dan mayoritas dipegang etnis Cham yang berasal dari Champa. Kemudian, ada etnis Chvea, yaitu Muslim Melayu yang hidup di bagian
selatan negara itu. Kedatangan Chvea ke Kamboja berlangsung sebelum
migrasi besar-besaran etnis Cham. Mereka awalnya para pedagang dari
Semenanjung Melayu, Jawa, dan Sumatra, yang menetap di Kamboja sejak
abad ke-14 Masehi.
Kehidupan etnis Cham di Kamboja relatif stabil. Mereka menjalin hubungan
yang baik dengan penguasa. Pada 1950, Pemerintah Kamboja menjuluki
etnis Cham- Melayu Muslim dengan Khmer Islam untuk memperkuat integrasi
di tengah masyarakat. Kehidupan yang penuh harmonis itu berubah total
pasca tragedi 1975.
Kekejaman Pol Pot di kamboja, tregedi pergolakan dan pembantaian masal itu dibawah kekuasaan rezin Khmer Merah yang dipimpin Pol Pot. Rezim berhaluan komunis ini, memerintah kamboja dapa periode 1975 hingga 1979 setelah berakhirnya perang saudara tahun 1970 - 1975. Sebelumnya Kamboja berada di penjajahan Perancis sejak awal abad ke 19.
Hussin Mutalib dalam bukunya Islam In South Asia menulis bahwa muslim kamboja tahun 1974 sekitar 550.000 orang. sebagian besar terkonsentrasi di utara ibukota Kamboja, Phnom Phenh. Provinsi Kampong ada di sepanjang sungai Mekong. Menurutnya jumlah itu menurun drastis pada masa Khmer Merah.
Salah satu versi catatan sejarah mengatakan, 70% dari populasi muslim telah dibantai. Sementara menurut data Minority Right Group International, 1/3 muslim tewas dibawah rezim komunis Khmer Merah.
Tak dipungkiri, kekuasaan Khmer Merah menjadi sejarah kelam umat Islam di Kamboja. Rezim Khmer Merah menghapus undang-undang keberagamaan di Kamboja. Yang menderita bukan hanya umat Islam tapi juga umat beragama yang lain. Kekejaman meluas dibawah rezim Khmer Merah, dan semua agama dilarang. Tempat ibadah dan literatur agama dihancurkan. Khmer Merah melakukan penganiyayaan, pembunuhan, pemerkosaan serta pembakaran Al' Quran.
Seng Kuoy dari etnis Khmer sendiri mengisahkan, kaum Cham di desa-desa tetangganya dipaksa untuk meninggalkan agama mereka. Perempuan dari minoritas muslim Cham di negara itu sengaja jadi target pemerkosaan. Seorang muslim dari etnis Khmer membuat kesaksian, ada sebuah kejadian yang snagat brutal, keji dan memilukan. Pada suatu ketika seorang kader Khmer Merah melihat seorang wanita muslim Cham yang cantik. Kemudian ia membunuh suami perempuan itu, lalu 4 orang Khmer Merah memerkosa wanita malang itu sebelum mereka akhirnya membunuhnya.
Dalam kesaksian berikutnya, dikisahkan bagaimana 10 wanita Khmer baik yang muslim maupun non muslim dipaksa menjadi budak seks untuk kelompok milisi muda Khmer Merah yang berhaluan komunis. Setelah 3 sampai 7 hari perkosaan, semua perempuan itupun dibunuh.
Cambodian Defenders Project (CDP),
melaporkan bahwa agama dicerca oleh Khmer Merah. Komunitas muslim jadi sasaran kekejaman karena perbedaan bahasa, makanan, pakaian dan cara berdoa. Dalam lingkungan Senofobia, kekerasan seksual muncul menjadi metode Khmer Merah untuk menekan kelompok minoritas.
Mereka melakukan wawancara dengan 105 orang korban dan saksi, responden melaporkan pemerkosaan dan pelecehan seksual perempuan Cham menjadi hal yang lumrah. Mereka dibungkam dengan ancaman atau diperkosa sebelum dieksekusi.
Sebuah buku karangan akademisi muslim Cham Farina So - The Hijab of Cambodia, Memories of Cham Muslim Women After The Khmer Rouge, juga merinci kasus wanita Cham yang dipaksa menikah dengan pria Khmer dengan tujuan memecah belah kelompok etnis. Salah satu korban mengungkapkan, ia dipaksa menikah dengan seorang Khmer Merah ketika usianya baru 10 tahun.
Dari waktu ke waktu kekejaman rezim Khmer Merah terus meluas. Tapi hanya sedikit korban yang berani bicara karena takut menerima pembalasan. Saksi mata yang melihat insiden itupun memilih bungkam.
Menurut Cambodian Genocide Program, penggalian terhadap sejumlah situs kuburan masal memperlihatkan lebih dari 1.700.000 rakyat tewas akibat eksekusi, kelaparan dan kerja paksa dibawah rezim komunis ini. Jumlah itu setara dengan 21 % dari total populasi negara. Lebih tinggi lagi, BBC menyebut sekitar 2.000.000 warga Kamboja mati dibawah kebijakan rezim Pol Pot dan kekejaman Khmer Merah.
Seperti terekam dalam "The Killing Fields" (1984), generasi hari ini masih dapat menemukan ladang-ladang pembantaian masal di negara itu.
Sejarah adalah masa lalu sekaligus cermin masa depan. Rezim Khmer Merah tumbang setelah serangan pasukan Vietnam tahun 1979. Pasca kejatuhan Pol Pot, angin segar mulai dirasakan komunitas muslim dan rakyat Kamboja secara umum. Pada masa Pol Pot dapat dikatakan hampir seluruh masjid yang berjumlah 113 buah di wilayah ini hancur.
Atas bantuan lembaga Islam International, sarana keagamaan itu kembali diperbaiki. Pemerintah Kamboja kini mengabadikan kebebasan beragama dalam konstitusi negara.
Semoga kejadian keji dan tragis itu, tidak pernah terulang lagi.
Amin....
(Terimakasih kepada Suara Muslim FM - Surabaya)
========================================================================
,